23.7.09

Pilah Pilih Hunian di Dekat Jalan Bebas Hambatan

Saat orang mau membeli rumah, baik untuk dihuni, maupun sebagai wahana investasi, biasanya pertimbangan utamanya adalah prospek kawasan di masa depan. Umumnya, faktor lokasi dan akses jalan cukup menentukan, di samping kecocokan harga.

Biasanya, akses jalan dari lokasi ke jalan tol dianggap lebih menjamin prospek sebuah kawasan. Maklum, nilai jual kawasan properti yang dekat, bahkan punya akses langsung dengan jalan tol, biasanya lebih cepat menanjak. Tak percaya? Silakan bertanya kepada PT Alam Sutra Realty, pengembang kompleks perumahan Alam Sutra di Tangerang. Semula, kawasan ini lambat berkembang lantaran akses masuk dari jalan raya Serpong yang selalu macet di jam sibuk.

Sebagai jalan keluar, Alam Sutra membangun akses jalan alternatif sepanjang empat kilometer di sebelah utara, langsung menembus tol Tangerang. “Harapan kami, akses jalan itu bisa dinikmati semua orang yang tinggal di Serpong,” ujar Hendra Kurniawan, Sekretaris Perusahaan PT Alam Sutra Realty.

Dampaknya, kemudahan akses ini mendongkrak harga tanah dan rumah di Alam Sutra dan sekitarnya. Sebelumnya, harga tanah di bawah Rp 2 juta per meter persegi. Saat ini, kata Hendra, harga kavling di Alam Sutra sudah antara Rp 2 juta dan Rp 3,5 juta per m2.

Setali tiga uang, PT Summarecon Agung, pengembang kawasan hunian dan komersial Summarecon Serpong (dulu Gading Serpong), merasakan dampak dari akses jalan keluar tol sepanjang tiga kilometer dari tol Tangerang. “Kami menyediakan private tol exit yang langsung menuju ke kawasan sehingga penghuni terhindar dari kemacetan,” ujar Direktur Utama Summarecon Agung Johanes Mardjuki.

Harga tanah otomatis juga ikut melonjak lantaran kawasan itu semakin mudah dijangkau. Menurut Johanes, sebelum ada akses tol, harga tanah di kawasan itu sekitar Rp 900.000 per m2. “Kini harganya bisa Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per m2,” imbuhnya.

Menurut pengamat properti dari Century 21, Ali Hanafia, nilai properti kawasan yang dekat atau punya akses tol memang cepat naik. Tapi, ia mengingatkan bahwa konsumen mesti mencermati beberapa hal sebelum memilih hunian dekat tol.

Pertama, lebih baik memilih kawasan dengan akses tol sependek mungkin. Idealnya, maksimal sepanjang lima kilometer. “Semakin pendek, semakin baik,” katanya. Kedua, konsumen perlu menggali informasi sebanyak mungkin soal rencana pengembangan kawasan itu ke depan agar tidak timbul masalah di kemudian hari. Ketiga, cermati juga unsur demografi dan drainase. “Jangan sampai saat hujan, akses tol malah terendam,” kata Ali.

Source : Kompas.com, 22/07/09


Ayo, Sekarang Waktu yang Tepat Beli Rumah!

Tak bisa dipungkiri, salah satu sebab pengembang kembali gencar ekspansi, khususnya ke luar Jawa, adalah bunga kredit kepemilikan rumah alias KPR mulai luruh.

Kondisi ini membuat pengembang tak menyia-nyiakan peluang. Bunga KPR memang merupakan salah satu faktor menggenjot penjualan rumah yang lesu sejak akhir tahun lalu, akibat hantaman badai krisis keuangan global.

"Kini bank lebih agresif dengan menurunkan bunga karena risiko sudah tidak sebesar setengah tahun pertama," kata Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi.

Ambil contoh, Ciputra menggandeng PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dengan memasang bunga KPR cuma 7,9 persen. "Padahal, biasanya kami memberi bunga 10 persen sampai 11 persen," kata Harun. Bunga rendah ini berlaku bagi semua proyek hunian Ciputra yang ada di Medan, Jakarta, Surabaya, dan Manado.

Sudah pasti bukan cuma pengembang yang senang, calon pembeli rumah juga bersorak girang. Harun bilang, penurunan bunga KPR sudah lama ditunggu para konsumen. "Selama ini, mereka menunggu saat yang tepat untuk membeli. Nah, sekarang saatnya," ajar dia.

Sama seperti pengembang yang menahan diri untuk tidak meluncurkan proyek hunian baru, konsumen juga melakukan hal yang sama, tidak buru-buru membeli rumah. "Sebab membeli rumah tidak seperti makan yang harus dipenuhi setiap hari," kata Harun.

Memasuki semester kedua 2009, Harun optimistis penjualan rumah akan mulai menanjak naik. Penurunan penjualan selama enam bulan pertama akan dibayar lunas oleh peningkatan penjualan di semester kedua.

"Kemarin penjualan sempat turun 15 persen hingga 20 persen hampir di setiap proyek. Nanti, kenaikannya juga akan berkisar di angka itu," ajar Harun.

Direktur Pemasaran PT Agung Podomoro Group Indra Witijaya Antono mengatakan, tren bunga KPR yang semakin murah tentu saja akan membuat minat konsumen menengah atas membeli hunian properti untuk investasi meningkat. "Ini saat yang tepat bagi mereka untuk membeli properti," kata dia.

Cuma, kemungkinan besar Agung Podomoro akan mencabut potongan bunga KPR yang mereka berikan sebesar 2 persen untuk tahun pertama.
Maklum, selama bunga kredit mahal, pengembang papan atas ini memberi insentif berupa subsidi bunga. "Kami akan menyesuaikan besaran bunganya," ujar Indra.

Direktur Indonesian Property Watch Ali Tranghanda hakulyakin bahwa pasar properti hunian di Indonesia bakal kembali bergairah seiring dengan penurunan bunga KPR. "Tren kenaikan penjualan akan semarak pada akhir September atau kuartal ketiga nanti," katanya.


Source : Kompas.com, 22/07/09

Jangan Abaikan Fasilitas Perumahan

Kalau sempat membaca iklan atau brosur perumahan dan apartemen, Anda pasti mendapat informasi menarik tentang pusat hunian tersebut. Pasti ada informasi yang menyatakan bahwa perumahan atau apartemen itu menyediakan fasilitas kolam renang, pusat kebugaran, taman luas, lokasi strategis dan sebagainya.

Akan tetapi, tidak banyak yang menerangkan bahwa mereka memerhatikan lingkungan sekitar. Tidak banyak pula yang menyebutkan bahwa mereka membangun fasilitas sosial, jalan keluar masuk komplek, trotoar di dalam dan di luar perumahan, air bersih untuk warga sekitar dan sebagainya.

Sebagian pengembang terkesan berpikir sederhana tentang fasilitas warga. Mereka terjebak dalam pemikiran bahwa fasum dan fasos itu selalu berupa lapangan tenis, futsal, basket, kolam renang, arena joging, rumah ibadah.

Mereka terkesan abai pada tugas mulia pengembang untuk menghadirkan apartemen atau perumahan manusiawi. Sentra hunian bisa disebut beradab kalau para penghuninya merasa nyaman, aman, tenteram, jauh dari aksi kriminal, udara bersih, bisa beribadah, bersekolah, berobat, berbelanja dan infrastruktur yang terjaga.

Sarana seperti apa sebetulnya yang mutlak diperlukan warga, di luar beberapa aspek tersebut? Pertama, air minum. Air dengan kualitas minimal PAM harus tersedia. Warga pun bisa mengambil air tanah (sebagai cadangan), jika suplai air dari saluran induk terhenti sama sekali. Kedua, saluran air kotor harus terjaga.

Pengembang tidak bisa hanya membuat selokan kecil, lalu urusan selesai. Air selokan harus mengalir ke selokan induk. Jika bisa air limbah diolah kembali untuk digunakan menyiram jalan dan tanaman.

Ketiga, pengembang mesti menampung air hujan untuk diolah menjadi air layak minum. Jangan mengandalkan air tanah, sebab air tersebut harus dihemat. Pengembang pun mesti membangun rumah yang satu paket dengan sumur resapan. Penghuni rumah harus menandatangani perjanjian yang menegaskan bahwa ia akan memelihara keberadaan sumur resapan. Langkah ini terutama untuk menjaga ketersediaan air tanah. Air dari pelimpahan tidak boleh langsung masuk selokan dan seterusnya ke laut.

Keempat, pengembang (dan warga) harus komit menanam tumbuh-tumbuhan. Yang ditanam pun ticlak boleh asal-asalan. Tanaman itu seyogyanya lebat sehingga mampu mengisap karbon sebanyak mungkin. Makin banyak pohon lebat, udara akan makin bersih. Ada kontribusi menyelamatkan bumi, sekecil apapun kontribusi itu.

Kelima, mestinya ada trotoar di dalam dan di depan perumahan. Trotoar ini di satu sisi memberi rasa aman bagi para pejalan kaki. Di sisi lain, is berperan memperindah sentra hunian tersebut. Trotoar ibarat foto elok yang diberi bingkai indah.

Khusus tentang masalah trotoar ini kerap kurang memperoleh perhatian cukup dari para pengembang. Sebagian pengembang memanclang trotoar tidak penting sebab warga bisa berjalan kaki di tepi jalan perumahan. Pandangan ini jelas keliru sebab sentra perumahan pun membutuhkan trotoar.

Cobalah berjalan ke perumahan-perumahan berskala besar di DKI Jakarta dan sekitarnya, di Surabaya dan sekitarnya atau di kota-kota besar lainnya. Kalau dalam satu kota terdapat 100 perumahan dan apartemen, maka yang mempunyai trotoar mungkin tidak sampai 10 persen. Sisanya tanpa jalur bagi pejalan kaki sama sekali.

Ini kenyataan yang sangat menyedihkan. Sekadar ilustrasi, perumahan-perumahan di Eropa, Jepang, Australia dan Amerika Serikat sangal memerhatikan aspek manusiawi ini.

Pengembang atau bahkan pemerintah setempat selalu membangun jalur bagi kaum pejalan kaki. Jalurnya pun selalu dalam kondisi bagus. D sisi kanan dan kirinya selalu penuh rumput hijau yang terpelihara sangai baik. Pohon-pohon rindang selalu tumbuh bahagia bersama rumput-rumput hijau tersebut.

Datanglah misalnya ke Washington DC. Peruwahan-perumahan d kota itu umumnya dilengkapi jalur pedestrian yang manusiawi. Warga tidak letih berjalan sebab ia berjalan di bawah pohon rimbun, udara yang bersih serta trotoar yang terpelihara sangat baik.

Di Paris, Munchen, dan Wina, pemandangannya juga sangat menawan. Penghuni perumahan memperoleh fasilitas sangat menyenangkan. Memang betul harga rumah menjadi lebih mahal sebab pengembang mesti membeli ruang lebih luas, tetapi publik Jakarta yang mempunyai uang cukup tidak akan keberatan membeli rumah lebih mahal tetapi manusiawi dan elok.

Tidak terlampau asyik kalau kerap memerdebatkan persoalan ini. Akan lebih baik kalau pengembang, juga pemerintah, bertindak konkret: membangun jalur pedestrian yang manusiawi. Suka tidak suka, jalur bagi pejalan kaki itu, juga fasilitas lain, menjadi simbol pengembangnya manusiawi atau tidak.


Source : Kompas.com, 22/07/09

Apa Sih Town House Itu?

KEAMANAN menjadi salah satu pertimbangan utama orang saat memilih hunian. Makanya, banyak orang yang jatuh hati pada town house atawa rumah bandar yang menawarkan konsep satu pintu gerbang plus petugas jaga 24 jam.

"Ini yang menjadi satu dari banyak kelebihan town house," kata Tony Eddy, Presdir Tony Eddy & Associates.

Lalu, apa sih town house itu? Town house sejatinya merupakan kompleks kecil yang berisi rumah-rumah yang dibangun secara berderet. Jumlah rumahnya terbatas, tidak sebanyak kompleks perumahan biasa. Paling banyak hanya 30 unit.
Lingkungan town house juga tertutup alias berupa Muster.

Biasanya, town house memiliki fasilitas bersama, seperti kolam renang, club house, serta ruang terbuka. Karena itu, banyak yang menyebut jenis hunian tersebut dengan sebutan separuh apartemen, separuh rumah.

Tapi, jangan terlalu terpaku dengan definisi itu. Sebab, belakangan ini makin banyak proyek yang menggunakan nama town house. Padahal kalau ditilik konsepnya berbeda dengan rumah bandar yang sebenarnya. Misalnya, ada
yang membangun 100 unit rumah dan menyebut proyek tersebut sebagai town house. Akhirnya, pengertian town house menjadi rancu.

Di Indonesia, tren town house mulai berkembang sejak pertengahan 1990-an. Waktu itu, kompleks kecil tersebut lebih membidik pasar ekspatriat. Karenanya, sebagian rumah-rumah di town house kemudian disewakan kepada para pekerja berkewarganegaraan asing.

Istilah town house sebetulnya diadopsi dari Amerika Serikat. Di sana, rumah bandar dikenal dengan sebutan row house. Tapi, akhirnya diganti menjadi town house untuk kepentingan promosi. Cuma, proyek di Indonesia belum meniru seutuhnya konsep dari Negeri Uwak Sam itu, di mana penghuni memiliki ruang parkir di bawah hunian.

Kawasan selatan Jakarta menjadi salah satu tempat favorit pengembang membangun town house. Soalnya, daerah tersebut mempunyai nilai jual tinggi. Bahkan, sebagian kalangan menilai tinggal di selatan Jakarta memiliki prestise yang lebih dibandingkan wilayah lain. Tidak heran, town house banyak bermunculan di selatan Jakarta..

Tapi, bukan berarti town house tidak punya kekurangan, lo. Di mata Kepala Riset Jones Lang Lasalle Anton Sitorus, ada sejumlah kelemahan. Pertama, lantaran jumlah penghuni yang tinggal di sana sedikit, sosialisasi dengan tetangga satu kompleks menjadi terbatas.

Kedua, para pemilik tidak boleh sembarang mengubah desain rumah mereka sendiri. Sebab, "Aturan main tinggal di town house biasanya tidak boleh mengganti desain asli rumah," ajar Anton.

Source : Kompas.com, 22/07/09

Krisis Hanya Mendera Pembeli Bermodal KPR

MEMILIKI hunian nyaman tentu jadi idaman semua orang. Lebih lagi bagi keluarga muda yang ingin mandiri. Tapi, rasa bimbang kadang menghadang. Selain duit yang mepet, lokasi rumah baru di kompleks perumahan yang jauh dan masih sepi sering menjadi biang keraguan.

Itu sebabnya sebagian orang lebih suka membeli rumah seken. Maklum, pembeli bisa lebih leluasa memilih lingkungan yang dikehendakinya. Kita bisa memilih lokasi yang sudah matang, misalnya sudah ada tetangga, dekat pasar atau pusat perdagangan, serta lengkap segala macam infrastruktur.

Bandingkan dengan membeli rumah baru di kompleks baru. Kita tak tahu persis lingkungannya kelak akan menjadi seperti apa. Kalau pun nantinya lingkungan berkembang tak seperti harapan, kita tak bisa berkutik kecuali menjualnya.

Selain leluasa memilih lingkungan, ada kalanya pembeli rumah seken beruntung mendapatkan rumah dengan kualitas bagus, ukuran lebih luas, tetapi dengan harga relatif lebih miring ketimbang memesan rumah anyar di kompleks perumahan baru.

Menurut Darmadi Darmawangsa, Ketua Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), harga rumah seken lebih murah 5%-10% ketimbang rumah baru. Sudah begitu, umumnya di kawasan sekitarnya sudah terbentuk harga wajar rumah dan tanah yang bisa kita jadikan acuan tawar menawar.

Tak selamanya kondisi rumah bekas lebih mengenaskan ketimbang rumah anyar. Kebanyakan penjual sudah memperbaiki rumahnya agar calon pembeli tak lari ketakutan membayangkan biaya renovasi.

Walau menggiurkan, tak mudah bagi kita untuk mendapatkan rumah seken yang setimpal dengan harganya. Ada patokan baku yang harus diperhatikan agar tak menyesal di belakang hari. Misalnya, jangan tergiur melihat penampilan luar rumah. Kita juga harus melihat kondisi dalam rumah. Dengan begitu, kita bisa menakar biaya perbaikan pascapembelian.

Kabar baiknya, krisis ekonomi saat ini memancing penambahan penawaran rumah seken. Alhasil, banyak pilihan rumah seken yang bisa kita comot. “Ketimbang properti jenis lain, pasar rumah bekas tetap ramai,” ujar Darmadi.

Ia yakin pasar properti rumah seken bisa lebih bertahan ketimbang rumah baru. Terutama di wilayah Bandung, Surabaya, dan Jakarta. Buktinya, selama Januari - Februari lalu, jumlah permintaan rumah bekas lebih baik dibanding periode November - Desember 2008.

Pasar rumah seken lebih hidup karena terjadi life cycle penghuninya. Hampir selalu sebuah keluarga membutuhkan rumah dengan ukuran yang lebih luas lagi, seiring bertambahnya usia dan jumlah anggota keluarga. Namun, setelah pensiun, rumah yang ditinggali terasa terlalu besar, akhirnya dijual. Begitu seterusnya.

Dari sisi harga, pilihan rumah seken juga melimpah. Menurut Evi Susanti, Manajer Pemasar-an Procon, harga pasaran rumah seken bervariasi dari Rp 100 juta sampai Rp 5 miliar.
Namun, Evi mengingatkan harga pasar rumah seken juga bergantung pada lokasi. Semakin ke tengah kota, harga makin melangit. Makin jauh dari pusat kota, harganya semakin melandai. Agar tak silap, dia menyarankan calon pembeli mempelajari karakteristik wilayah masing-masing. Khusus bagi Anda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, berikut ini karakter beberapa wilayah yang bisa menjadi bekal berburu rumah seken.

Pondok Indah, Jakarta Selatan

Wilayah ini merupakan salah satu kawasan favorit bagi pencari rumah seken, baik yang bertujuan sebagai investasi maupun sebagai hunian. Nilai rumah bekas di wilayah ini terus meningkat karena banyak pekerja asing yang menyewa. Tak usah heran, banyak pembeli memburu rumah bekas untuk disewakan.

Dari reportase KONTAN, harga pasaran rumah seken di kawasan Selatan Jakarta terbilang masih tinggi. Untuk kawasan Pondok Indah, misalnya, harga termurah rumah ukuran 200 m² adalah Rp 2 miliar. Lalu harga rumah dengan luas tanah 3.000 m² bisa mencapai Rp 15 miliar sampai Rp 20 miliar.

Menurut William Sutedja, Principal Manager Era Platinum daerah Jakarta Selatan dan Depok, penjualan rumah seken di daerah Jakarta Selatan tak terimbas krisis lantaran para pembeli berasal dari kalangan menengah ke atas. “Saat pasar keuangan hancur, membeli rumah menjadi salah satu pilihan,” ujar William.

Tomang, Jakarta Barat

Tak beda jauh dengan Selatan Jakarta, permintaan rumah seken di kawasan Tomang Jakarta Barat juga cenderung meningkat. Namun lonjakan permintaan tak terlalu tinggi. “Masih di bawah 5%,” ujar Yunior Liu, Principal Manager Ray White Jakarta Barat (Tomang).

Peningkatan ini lebih banyak terjadi pada rumah seken untuk kalangan menengah ke atas. Sementara penjualan rumah bekas yang menyasar pembeli menengah ke bawah dengan nilai penjualan kurang Rp 1 miliar menurun 10%. “Pasar menengah bawah kena imbas lantaran mereka membayar dengan cara KPR, sementara yang menengah ke atas membayar secara kontan,” kata Liu.

Pasokan rumah seken di sekitar Tomang bervariasi mulai luas 90 m², 200 m², hingga 600 m². Adapun harga tanah di kawasan itu berkisar di atas Rp 4 juta per m² serta harga bangunan antara Rp 2,5 juta hingga ?Rp 4 juta per m².

Kelapa Gading, Jakarta Utara

Pasar rumah seken di kawasan Jakarta Utara juga bergairah. Salah satu lokasi yang mengalami lonjakan paling tinggi ada di sekitar Kelapa Gading.

Penjualan rumah seken di kawasan itu meningkat tinggi, hingga kisaran 30%. “Dengan kisaran harga pilihan konsumen antara Rp 1 miliar sampai Rp 2 miliar,” ujar David Tjandra, Principal Manager Ray White Jakarta Utara.

Minat orang untuk berburu rumah seken di Kelapa Gading masih tinggi karena pasarnya sangat likuid. Pemilik rumah mudah menemukan pembeli jika ingin menjualnya kembali.

Harga di Kelapa Gading juga tak kalah bervariasi. Kisaran harga tanah di atas Rp 10 juta per m². Adapun harga bangunan di atas Rp 3 juta per m².

Bintaro, Jakarta Selatan

Tahun lalu pasar rumah seken di Bintaro Jakarta Selatan sempat lesu. Tapi, selama tiga bulan terakhir, permintaan kembali melonjak drastis. “Bisa naik sampai 80%,” ujar Chichi Pramudita, Associate Manager Era Radiant untuk daerah Tangerang dan Bintaro.

Chichi bahkan bilang, sejak awal tahun penjualan sudah normal. Buktinya, dia bisa melego 10 rumah hanya dalam dua bulan. Padahal pada akhir 2008 dia hanya mampu menjual 2 - 3 rumah setiap bulan. Makanya, dia optimistis target penjualan senilai Rp 6 miliar per bulan bisa dia penuhi.

Di Bintaro, kawasan favorit pencari rumah seken ada di Sektor 9. Daerah itu memang khusus menjadi wilayah permukiman. Di sana, Anda bisa menemukan berbagai tipe rumah, dari ukuran terkecil dengan luas tanah 96 m² hingga 600 m². Harga yang tersedia di sana pun bervariasi, dari Rp 250 juta hingga miliaran rupiah.

Kelebihan sektor ini adalah akses yang singkat ke jalan tol, daerah perkantoran, pusat perbelanjaan, dan sekolah. Tak usah heran bila daerah ini cocok dijadikan sebagai ajang investasi lantaran harga rumah seken terus melambung. Selamat berburu !

Source : Kompas.com, 22/07/09

Balik Nama Sertifikat dan PBB, Harus Itu!

Keabsahan jual beli antara pemilik lama dan penjual bisa saja hanya berupa Akta Jual Beli (AJB), sementara sertifikat kepemilikan tanah dan bukti pembayaran pajaknya masih atas nama pemilik lama. Apa yang harus Anda lakukan jika menghadapi persoalan ini?

Sebagai sebuah prosedur jual beli tanah dan bangunan, hal itu mestinya tidak boleh terjadi. Sudah seharusnya, sebelum terjadi proses jual beli dengan Anda, si penjual yang telah menandatangani AJB dengan pemilik lama "wajib" membuat balik nama sertifikat atas namanya.
Bukan itu saja. Setelah itu, AJB kepada Anda harus dibaliknamakan atas nama Anda, sebab sertifikat AJB harus diteruskan dengan proses balik nama sertifikat. Itulah prosedurnya, meskipun buat seorang penjual hal itu cenderung lebih mahal.

Toh, nyatanya, kasus AJB dengan sertifikat kepemilikan tanah dan bukti pembayaran pajak yang masih atas nama pemilik lama cukup sering terjadi pada mereka yang berpengalaman membeli tanah kaveling berikut bangunan di atasnya di sebuah perumahan lama.
Itu pun bisa saja terjadi pada Anda. Karena cara memiliki rumah semacam itu tergolong menarik. Harganya lebih murah meskipun risikonya bisa jadi lebih tinggi dari perkiraan semula.

Melihat kasus pasca jual beli yang ditandai dengan AJB itu, Anda memang akan mendapatkan semua surat tanah dan pajak yang masih atas nama pemilik lama. Di saat itu, biasanya Anda pun akan bersibuk-sibuk mengurus balik nama atas sertifikat kepemilikan tanah di notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Adakah efek negatif terhadap proses jual beli semacam itu? Jika Anda sudah mengubah nama pada sertifikat kepemilikan, haruskah Anda pun mengganti nama si pemilik pada surat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)? Risiko apa yang harus Anda tanggung jika tidak mengubah nama di surat PBB? Haruskah nama di surat PBB sama dengan nama yang tertera di sertifikat tanah?

Banyaknya pertanyaan itu tidak perlu membingungkan Anda. Bukan tak mungkin, kelak hal itu pun akan keluar dari mulut Anda sendiri.

Ya, sampai sejauh ini, semua sifat perbuatan hukum dalam jual beli tanah di Indonesia tergolong tuntas dan tunai. Dengan kata lain, setelah ditandatanganinya Akta Jual Beli (AJB) di depan PPAT, di saat itu pula hak sudah beralih dari penjual kepada Anda sebagai pembeli. Kerepotan Anda, yang saat itu tengah mengurus balik nama atas sertifikat kepemilikan di notaris, pun sudah tepat.

Selain itu, Anda harus teguhkan di hati, bahwa sudah semestinya seorang penjual tahu betul ihwal syarat serta prosedur pendaftaran tanah. Untuk mendukung keteguhan itu, tanda bukti yang kuat harus Anda miliki. Yaitu, Anda harus segera melakukan pengubahan sertifikat menjadi atas nama Anda. Itu mudah dilakukan, karena AJB sebagai syarat mutlak telah Anda daftarkan di notaris atau PPAT.

Tentunya, supaya di kemudian hari Anda pun tidak menghadapi persoalan hukum, ada baiknya surat PBB juga dibaliknamakan atas nama Anda. Itu penting sekali, selain tidak sulit biayanya pun murah. Anda cukup membawa lampiran sertifikat dan AJB yang telah dibaliknamakan untuk mengajukan permohonan balik nama tersebut di Kantor Pelayanan Pajak terdekat.

Nah, selamat punya kaveling baru!


Source : Kompas.com, 22/07/09

Developer Bangkrut, Alih Sertifikat Tak Perlu Takut!

Pasca-pelunasan KPR, Anda harus mengalihkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) menjadi sertifikat hak milik (SHM). Namun, bagaimana bisa mengurusnya kalau developer rumah bangkrut?

Tidak semua orang punya pengalaman sama saat mengurus pembelian rumah baru melalui KPR, apalagi perjanjian kredit untuk setiap pemohon pun berbeda, sudah pasti masalah yang dialami juga tidak sama.

Ambil contoh, Anda membeli rumah dari sebuah developer melalui fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) selama lima tahun. Berdasarkan perjanjian kredit dengan bank, jaminan atas kredit Anda tersebut berupa sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama developer, yang dalam proses balik nama nantinya adalah atas nama Anda.

Memang, angsuran KPR pun lunas. Namun, bagaimana cara mengurus status dari SHGB menjadi sertifikat hak milik (SHM) atas nama Anda? Lalu, jika developer ternyata bangkrut sebelum kredit Anda lunas, risiko apa yang akan menimpa rumah berikut sertifikat Anda yang masih berupa SHGB itu?

Tenang saja. Pengambilan KPR adalah dengan jaminan rumah, alhasil SHGB pun telah dipasangi hak tanggungan. Jadi, jangan khawatir, jika memang KPR Anda sudah lunas, mengurus sertifikat rumah Anda pun mudah.

Ya, Anda cukup datang ke bank pemberi kredit tersebut kemudian meminta surat keterangan lunas dan SHGB yang dijaminkan. Setelah itu, datanglah ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) setempat untuk meminta pencabutan hak tanggungan tersebut atau kerap disebut dengan roya. Di sini, Anda cukup hanya membeberkan bukti pelunasan dari bank.

Developer bangkrut, Anda tidak perlu takut. Ya, Anda tidak akan menemui masalah apa pun sepanjang SHGB Anda telah dipecah karena sertifikat SHGB Anda telah dipasangi hak tanggungan atas nama Anda.

Anda pun tidak perlu lagi khawatir, persoalan mengurus sertifikat tidak ada kaitannya dengan developer. Lain hal, jika sertifikat Anda masih atas nama developer atau akrab disebut dengan sertifikat induk. Jika demikian adanya, Anda harus melakukan pemecahan.

Biasanya, bank bisa melakukan roya parsial atau pencabutan hak sebagian. Maksudnya, bank akan melakukan pemecahan dan datang sendiri ke BPN atas nama Anda untuk melakukan roya parsial tersebut. Setelah hal itu sudah dilakukan, berarti bank sudah mengangkat hak tanggungan atas nama Anda.

Ini tahap terakhir. Jika sertifikat itu telah dipecah (roya) atas nama Anda, silakan Anda datang ke BPN setempat. Di situ, Anda sudah bisa membuat permohonan peningkatan hak untuk merubah status sertifikat menjadi sertifikat hak milik.

Begitu juga, Anda tidak perlu khawatir soal biaya. Roya tidak menelan banyak biaya, kecuali hanya biaya administrasi sekitar Rp 500.000. Sementara itu, untuk peningkatan hak dari SHGB ke SHM pun sudah ada aturan main dari BPN yang didasarkan pada luas tanah.
Menurut aturan BPN tersebut, tanah kurang dari 200 meter persegi hanya dikenakan biaya administratif sebesar Rp 500.000. Adapun tanah lebih dari 200 sampai 400 meter persegi akan dikenakan biaya sebesar 0,5 persen dari NJOP selanjutnya berdasarkan rincian yang bisa Anda lihat di BPN.

Mudah, kan?

Source : Kompas.com, 22/07/09